BAGIAN 2: Berdirinya Perkampungan Nusakambangan dan Direbutnya Nusakambangan oleh Belanda dari Para Keturunan Wiratama Mataram.

Meskipun Bajak Laut telah berhasil ditaklukan dan Segara Anakan sudah aman, ke empat wiratama Kerajaan Mataram tidak pulang ke kerajaan Mataram, melainkan mendirikan kerajaan di Pulau Nusakambangan. Sejak itu pulau Nusakambangan menjadi tanah perdikan dari kesultanan Mataram dan berdirilah perkampungan Nusakambangan. Demikianlah penduduk Nusakambangan mulai bersawah dan berladang di sana. Semantara itu mereka tetap menjalankan tugas menjaga keamanan laut Segara Anakan. Sampai sekarang jejak-jejak para wiratama penjaga Segara Anakan sudah tidak diketahui, di mana meninggal, kapan dan di makamnya di mana. Tapi anak cucunya menerima wasiat, seperti tombak, baju, keris, itu masih ada sampai sekarang. Sekarang baju Jaga Laut sudah hancur. Konon bajunya besar, kalau direntangkan dipintu bisa menutupi pintu, terbuat dari kain citah. Konon kalau ada orang sakit, jika diselimuti dengan baju itu, bisa sembuh.

Jika memperhatikan sejarah ingatan yang dituturkan turun-temurun di Kampung Laut, cukup beralasan jika orang Kampung Laut meyakini bahwa prajurit Mentaram (Mataram) lah sebetulnya yang pertama mapan (menetap) di Segara Anakan, yang sekarang disebut Kampung Laut. Dalam sastra lisan masyarakat Kampung Laut disebutkan bahwa orang Kampung Laut adalah keturunan Mbah Jaga Laut. Sebenarnya Mbah Jaga Laut itu bukan Mbah dalam pengertian kakek, melainkan bagian dari kepercayaan Suku Pejagan, bahwa Jaga Laut adalah “Mbah Pepunden” artinya orang sakti. Mereka diberi gelar Jaga Laut karena bertugas menjaga kawasan laut Segara Anakan. Tugas penjagaan itu kemudian diwariskan secara turun-temurun. Itu sebabnya keturunannya disebut Pejagan.

Nusakambangan Dikuasai Belanda

Setelah Pangeran Puger kembali ke Kartasura, pada tanggal 5 Oktober 1705 diadakan perjanjian antara Kerajaan Mataram dan Kompeni Kartasura. Batas timur kekuasaan Belanda berpindah dari Ci Pamanukan (Krawang) ke sungak Losari (Kabupaten Brebes) di utara sungai Donan (kabupaten Banyumas) di selatan. Sebagai upah atas bantuannya menyelesaikan masalah perebutan ke kuasaan di lingkungan Kerajaan Mataram, sebagian wilayah pulau Jawa, termasuk bagian barat cikal-bakal kabupaten Cilacap, pada masa Susuhunan Pakubuwono I (1704-1719) diserahkan oleh kerajaan Mataram ke Kompeni. Dengan demikian Pulau Nusakambangan, Segara Anakan dan Tanah Madura (cikal-bakal sebagian Kecamatan Cilacap, Kedungreja dan wanareja) mengalami lebih dulu zaman Belanda lebih dulu dari bagian lain dari cikal bakal Kabupaten Cilacap. Dalam pasal II Perjanjian 5 Oktober 1705 disebutkan bahwa jurisdiksi dan kemepilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada Kompeni mulai dari muara sungai Donan di Laut Selatan. Sepanjang sungai tersebut kearah barat sampai Passorouan, awal dari danau dalam (binnen meir) atau Segara Anakan ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari Segara Anakan sampai muara sungai Tsiborom (Cibereum). Sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tidak dapat dilalui sampai Tsisatia (Cisatya) sekitar negeri Madura, sekarang nama desa di Kecamatan Wanareja, ke arah utara sebelah timur melalui Pegunungan Dailoer (Dayaluhur) sampai Gunung Summa setelah Subang. Sebelah tenggara Gunung Bonkock ke utara sampai sungai Lassarij (Losari), dan seterusnya. Demikian juga penduduk di Pulau Nusakambangan, Segara Anakan dan Tanah Madura, cikal-bakal sebagian Kecamatan Cilacap, Kedungreja dan Wanareja) sejak penandatanganan di Negeri Donan pada tanggal 12 Juli 1706 secara de facto menjadi kekuasaan Kompeni di bawah kekuasaan Kabupaten Galuh Imbanegara, Karesidenan Cirebon atau secara de facto mengalami Zaman Belanda.

Pada zaman Pemerintahan Sunan Amangkurat IV atau Amangkurat Jawa (1719- 1726), tahun 1726 Francois Valentijn menerbitkan buku yang memuat peta dengan nama-nama Sungai Soute River (Sungai Serayu) dan desa – desa Lonbong Negorij (Negeri Lumbung atau Daun Lumbung), Dainu, Donan, yaitu nama-nama desa dalam kota Cilacap sekarang, dan juga Dailoor (Dayeuhluhur), yang semuanya terletak di wilayah Kerajaan Mataram. Sedangkan nama-nama desa Calomprit, Oetiong Klang (Ujung Alang), Kalikaros, Karosea (Muara Dua), Kalbalambang, Pagalangan (Pekalongan), Passongan (Passuruhan), Oeloebontoe, Boeykota, Caroeng, dan Sungai De Schey Rivier terletak di Segara Anakan dan sekitar, wilayah Kompeni. Pada zaman Pemerintahan Sunan Pakubuwono II (1726 – 1749), Kompeni membuat peta terakhir dari hasil ekspedisi tahun 1739 sebelum Pemerintah Hindia Belanda mengambil alih Kompeni pada akhir abad XVIII. Pada tanggal 5 Agustus 1738 Kompeni Batavia menerima laporan dari penduduk di Pulau Nusakambangan bahwa sebuah kapal Inggris ‘Royal George’ berlabuh dan bermaksud membeli nilai, mutiara dan kopi. Kompeni khawatir jika Inggris akan membuat benteng, tetapi setelah berita dicek kebenarannya, ternyata hanya akan mengambil air. Mekipun demikian tanggal 31 Maret 1739 Kompeni memutuskan mengirim ekspedisi eksplorasi di Pulau Nusakambangan untuk meyakinkan kebenaran berita, menghadang kapal asing yang tersesat pada bulan Mei sampai Juli dan melengkapi kedalaman teluk dan sungai-sungai di sekitarnya.

Meskipun kekhawatiran Kompeni bahwa Inggris akan membangun benteng di pulau Nusakambangan tidak terbukti, namun peristiwa berlabuhnya kapal Inggris di Pulau Nusakambangan telah membuka mata Kompeni bahwa pulau Nusakambangan memiliki arti yang sangat strategis untuk pertahanan. Maka meskipun secara hukum, berkat Perjanjian tanggal 5 Oktober 1705, Pulau Nusakambangan di bawah kekuasaan Kompeni, namun Kompeni tidak berani langsung menduduki Pulau Nusakambangan. Selain karena factor alam pulau Nusakambangan yang sangat sulit dikuasai, Kerajaan Nusakambangan juga cukup kuat didukung oleh keturunan Wiratama Mataram yang terkenal sebagai pejuang yang gagah berani. Keturunan wiratama ini juga didukung oleh para nelayan Segara Anakan berkat jasa mereka mengamankan lautan Segara Anakan dari gangguan Bajak Laut. Setelah memperhitungkan faktor-faktor tersebut Kompeni berusaha mencari jalan lain untuk menguasai pulau Nusakambangan tanpa dengan peperangan tetapi efektif dan efisien.

Belanda Mengirim Orang Rantai (Perantaian) ke Nusakambangan untuk Menebar Teror.

Setelah lama mencari cara untuk mengusir penduduk Nusakambangan akhirnya Kompeni mencoba suatu strategi. Tahanan sisa-sisa pejuang Diponegoro yang biasanya dikirim ke perkebunan atau tambang di luar Jawa sebagai budak sekarang dikirim ke pulau Nusakambangan. Agar tidak melarikan diri, kaki dan tangan para tahanan itu dipasang rantai. Karena itu mereka kemudian disebut Orang Rantai. Ketika dibuang ke Nusakambangan orang-orang rantai tidak diberi tempat tinggal dan tidak diberi makan. “Jika kamu ingin makan, makan orang-orang di situ,” kata Kompeni kepada orang-orang rantai. Yang dimaksudkan dengan “orang-orang di situ” adalah penduduk pulau Nusakambangan, yaitu keturunan keluarga dan pasukan wiratama kerajaan Mataram. Karena orang-orang rantai itu bekas pejuang yang berani, akhirnya untuk bertahan hidup mereka merampok dan menjarah milik warga Nusakambangan dan lama-lama bahkan tidak segan-segan membunuh warga yang melawan. Demikianlah Orang-orang Rantai yang semula pahlawan itu berubah menjadi hantu menakutkan bagi penduduk pulau Nusakambangan, sehingga banyak penduduk pulau Nusakambangan yang mengungsi ke luar pulau. Peristiwa teror terakhir yang sangat biadab menimpa Mbok "N", seorang ibu dari Lempong Pucung. Mbok "N" tidak hanya dirampok, tetapi juga diperkosa oleh 25 Orang Rantai sampai meninggal. Karena sangat takut pada Orang Rantai penduduk pulau Nusakambangan bubar. Sebagian membuat perkampungan baru di pinggir-pinggir pulau Nusakambangan dan sebagian lagi pindah jauh ke barat dan menetap di Lempong Pucung untuk mencari keselamatan. Hanya kampung Banjar Nusa, di sebelah Kembang Kuning, yang tidak pindah. Sebagian lagi ada yang pergi jauh sampai ke Kalipucang, Nusakambangan, Kesugihan dan sebagainya. Yang penting mereka berada sejauh mungkin dari orang Perantaian. Demikianlah siasat licik Belanda untuk menguasai pulau Nusakambangan dengan menggunakan teror orang-orang Perantaian berhasil sempurna. Dan dengan begitu pula perkampungan Nusakambangan berakhir.

0 comments:

Posting Komentar