Hiburan dan Kehidupan Sosial Suku Pejagan
Jaman dulu orang tidak punya hiburan apa-apa. Maka kalau ada orang hajatan semua orang datang. Mendengar bunyi gamelan atau bunyi gong saja masyarkat sudah merasa sangat terhibur. Dulu orang rajin. Maksudnya kalau ada orang lagi hajatan, di sini hajatan biasanya sampai dua hari dua malam. Nah, kalau ada hajatan biasanya pemuda kondangan pada saat siang. Jaman dulu kalau ada orang di Kampung Laut yang tidak mau main judi, orang itu malah dianggap banci. Tapi kalau orang yang mau main, itu dianggap orang yang hebat. Kalau suaminya lagi main judi, ibunya masak. Nanti masakannya diantar pada suami yang sedang main judi. Kalau suaminya bilang
“Bu, aku kalah,” nanti ibunya pulang, ambil duit untuk dikasih pada suaminya untuk main lagi. Kadang juga ada yang mengambil simpanan emas untuk berjudi. Jaman dulu orang Kampung Laut banyak yang berinvestasi emas. Maka banyak orang yang menyimpan atau mengenakan perhiasan emas. Karena emas itu bila suatu saat ada keperluan mendadak mudah dijual. Maka waktu itu, bagi yang kaya gelang emasnya bisa penuh lengan.
Dalam masyarakat nelayan Kampung Laut, yang ke laut adalah kaum lelaki. Sedangkan ibu-ibu tinggal di rumah menunggu penghasilan bapak dari laut. Nah untuk mengisi waktu saat ditinggal suami mereka melaut, apa yang dikerjakan oleh para ibu itu tergantung penghasilannya. Kalau pas musim rebon atau ebi, ibu-ibu sibuk. Kalau urusan ebi-nya sudah rampung, rebonnya sudah jadi terasi, ibu-ibu tinggal menikmati hiburannya... “maplek“ (main gaplek). Itu bagi yang mau. Pada umumnya dulu, ibu-ibu di Kampung Laut pinter main judi gaplek atau ceki, kartu kecil. Masalahnya waktu itu TV nggak ada, hiburan lain ndak ada, paling-paling masak. Jadi justru ibu-ibu dari keluarga biasalah yang main judi. Akibatnya bahkan sampai ada yang bangkrut atau terlilit hutang karena kalah. Setelah bangkrut atau berhutang lalu sering terjadi pertengkaran dalam keluarga atau dengan tetangga. Jeleknya di situ. Umumnya akar padu itu judi. Kalau padunya orang dulu di sini sampai jinjing-jinjing jarit (mengangkat kain).
Di sini pertama dulu ada olah raga Voli. Yang ngajari orang sini main voli adalah petugas dari angkatan Laut yang tugas di sini. Dulu main voli di atas panggung. Kalau ada keluarga yang mampu rumahnya disambung, lalu di antara rumah itu disasak pakai bambu. Di situ dipakai main bola voly.
Kehidupan Sosial
Meskipun dalam satu rumah ada beberapa keluarga dan sering terjadi pertengkaran, tapi konflik yang besar hampir jarang terjadi di antara mereka. Itu membuktikan bahwa orang Pejagan punya watak menyedulur (memiliki rasa persaudaraan). Tapi kalau orang belum mengenal kepribadian orang Pejagan dan hanya melihat cara bicaranya, orang Pejagan itu nampak ‘keras’. Tapi sebenarnya orang Pejagan itu menyedulur. Orang Pejagan kalau berbicara suaranya keras itu ada sebabnya. Jaman dulu, masyarakat Kampung Laut tergabung dalam komunitas-komunitas kecil di tengah laut. Satu kelompok terdiri atas beberapa rumah. Dalam satu rumah terdiri atas beberapa keluarga. Rumah-rumah itu terhubung satu sama lain oleh sebuah jembatan. Di tengah laut angin kencang. Dengan angon yang kencang maka kalau bicara pelan tidak akan terdengar. Maka untuk bicara satu dengan yang lain dipalukan dengan cara berteriak. Jadi orang Kampung Laut berbicara keras itu karena disebabkan faktor alam.
Jaman dulu setiap hari pasti ada saja yang beradu mulut (padu). Mereka biasanya adalah kaum perempuan, ibu-ibu. Adu mulutnya bisa lama, seru, bisa sambil njinjing (kain) jarit, sambil nangis. Bertengkar itu bisa dengan anggota keluarga sendiri ataupun dengan tetangga. Penyebab padu terutama masalah penghasilan. Kalau tetangga sebelah ngasihnya banyak, sedangkan suami sendiri tidak dapat, anak-anak belum makan, maka pasti ribut dan padu dengan suami. Bisa juga karena selisih paham, judi, selingkuh, dan sebagainya.
0 comments:
Posting Komentar